Tarif Impor: Senjata Ekonomi atau Bumerang untuk Negara Sendiri?

Dalam lanskap perdagangan global yang semakin kompetitif, tarif impor kerap menjadi senjata andalan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Tapi di balik fungsinya sebagai alat proteksi industri lokal dan sumber pendapatan negara, tarif impor juga bisa berubah menjadi bumerang yang memukul balik perekonomian jika tidak dirancang dengan cermat. Jadi, apakah tarif impor benar-benar menguntungkan? Atau justru merugikan dalam jangka panjang?
1. Melindungi Industri Domestik dan Menambah Pendapatan Negara
Tarif impor pada dasarnya memiliki dua tujuan utama: melindungi produsen lokal dan menghasilkan pendapatan fiskal. Dengan menambahkan bea masuk terhadap produk luar, pemerintah menciptakan "penghalang" agar produk impor tidak lebih murah dibandingkan produk lokal yang cenderung memiliki biaya produksi lebih tinggi. Ini disebut sebagai strategi proteksionisme, yang menurut Hashimzade et al. (2010), dirancang untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
Namun, konsekuensi langsung dari strategi ini adalah kenaikan harga barang bagi konsumen. Cavallo et al. (2019) mencatat bahwa tarif cenderung menyebabkan peningkatan harga ritel, yang tentu membebani daya beli masyarakat. Di sisi fiskal, tarif memberikan kontribusi nyata pada pendapatan negara yang kemudian dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan program sosial (Cavallo et al., 2019). Tapi apakah itu cukup?
2. Mendorong Produksi Lokal, Tapi Belum Tentu Meningkatkan Kualitas
Salah satu argumen klasik dalam mendukung tarif impor adalah efeknya terhadap peningkatan produksi domestik. Dalam kasus perdagangan unggas antara Afrika Selatan dan Brasil, peningkatan tarif mampu menurunkan impor dan meningkatkan produksi broiler dalam negeri secara signifikan (Nkgadima & Muchopa, 2022). Hal ini menunjukkan bagaimana tarif dapat memberikan stimulus jangka pendek yang cukup efektif.
Namun, ketika kita bicara tentang kualitas barang, ceritanya berbeda. Penelitian Husna dan Hastiadi (2022) menunjukkan bahwa meskipun tarif diturunkan dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas (FTA), tidak ada peningkatan signifikan pada kualitas barang yang diimpor. Ini menjadi catatan penting bahwa penghapusan atau penyesuaian tarif tidak selalu menjamin peningkatan mutu produk.
3. Risiko Tersembunyi: Distorsi Pasar dan Kemunduran Teknologi
Tarif impor juga menyimpan efek samping yang cukup berisiko. Salah satunya adalah distorsi struktur persaingan pasar. Maulina dan Damayanti (2019) mengemukakan bahwa penurunan tarif pada input dapat mendorong efisiensi, tetapi sebaliknya, tarif tinggi pada output justru bisa membuat perusahaan lokal kalah bersaing dan terpaksa keluar dari pasar.
Tak hanya itu, efek jangka panjang dari proteksi berlebihan adalah melemahnya insentif inovasi. Studi oleh Ekaningtyas dan Adrison (2018) menunjukkan bahwa perusahaan yang terlalu “dilindungi” cenderung malas berinvestasi dalam teknologi baru. Alih-alih meningkatkan daya saing, tarif yang terlalu tinggi justru menciptakan kenyamanan semu dan stagnasi industri nasional.
Belum lagi, praktik penghindaran pajak juga kerap muncul. Fisman dan Wei (2004) menemukan bahwa tarif impor dapat mendorong manipulasi data transaksi dagang, sehingga pendapatan negara pun bocor tanpa disadari. Ini tentu menjadi tantangan serius bagi lembaga kepabeanan dalam menjaga transparansi dan efektivitas kebijakan perdagangan.
Seimbangkan Perlindungan dan Kompetisi
Tarif impor ibarat pedang bermata dua—bisa menjadi alat proteksi yang strategis, atau malah menjadi hambatan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dengan segala potensi dan risikonya, kebijakan tarif harus disusun secara selektif dan berbasis data, mempertimbangkan kondisi industri nasional, struktur pasar, hingga kesiapan inovasi teknologi di sektor terkait.
Kombinasi antara dukungan proteksi terbatas, peningkatan efisiensi produksi, dan investasi teknologi adalah jalan tengah yang paling masuk akal. Dengan begitu, tarif tidak sekadar menjadi alat penjaga pasar lokal, tetapi juga menjadi pemacu kemajuan industri dalam negeri secara berkelanjutan.
Ditulis oleh Tim Web
Referensi :
Hashimzade, N., Khodavaisi, H., & Myles, G. (2010). Mfn status and the choice of tariff regime. Open Economies Review, 22(5), 847-874. https://doi.org/10.1007/s11079-010-9178-9
Cavallo, A., Gopinath, G., Neiman, B., & Tang, J. (2019). Tariff passthrough at the border and at the store: evidence from us trade policy. Federal Reserve Bank of Boston Research Department Working Papers. https://doi.org/10.29412/res.wp.2019.12
Ahn, J., Dabla‐Norris, E., Duval, R., Hu, B., & Njie, L. (2018). Reassessing the productivity gains from trade liberalization. Review of International Economics, 27(1), 130-154. https://doi.org/10.1111/roie.12364
Husna, L. N. and Hastiadi, F. F. (2022). Impact of reduced tariff rate under fta scheme on import quality upgrading. Customs Research and Applications Journal, 3(2), 1-15. https://doi.org/10.31092/craj.v3i2.109
Azhgaliyeva, D. and Mishra, R. (2021). Feed‐in tariffs for financing renewable energy in southeast asia. WIREs Energy and Environment, 11(3). https://doi.org/10.1002/wene.425
Fisman, R. and Wei, S. (2004). Tax rates and tax evasion: evidence from “missing imports” in china. Journal of Political Economy, 112(2), 471-496. https://doi.org/10.1086/381476
Nkgadima, K. and Muchopa, C. (2022). Do import tariff adjustments bolster domestic production? analysis of the south african-brazilian poultry market case. Economies, 10(12), 318. https://doi.org/10.3390/economies10120318
Asif, M., Amin, A., Nazir, N., Saeed, K., & Jan, S. (2021). Role of tariffs, imports substitution and investment efficiency in economic growth of pakistan. Quality &Amp; Quantity, 56(4), 2215-2232. https://doi.org/10.1007/s11135-021-01211-w
(1994). Infant industry protection with oligopoly and learning-by-doing. The Journal of International Trade &Amp; Economic Development, 3(3), 799-212. https://doi.org/10.1080/09638199400000013
Okechukwu, N. M., Okoye, M. I., Nkechi, I. O., & Chika, E. J. (2023). The impact of tariffs on nigerian economy (2000-2020). South Asian Journal of Social Studies and Economics, 20(3), 180-194. https://doi.org/10.9734/sajsse/2023/v20i3722
Lehmann‐Hasemeyer, S. and O’Rourke, K. (2011). The structure of protection and growth in the late nineteenth century. Review of Economics and Statistics, 93(2), 606-616. https://doi.org/10.1162/rest_a_00104
Maulina, W. A. and Damayanti, A. (2019). Dampak tarif impor output dan input terhadap probabilitas perusahaan keluar dari pasar. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 13(1), 47-70. https://doi.org/10.30908/bilp.v13i1.367
Ekaningtyas, D. and Adrison, V. (2018). Dampak liberalisasi tarif impor pada investasi teknologi perusahaan manufaktur indonesia. EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan Keuangan), 2(1), 42-64. https://doi.org/10.24034/j25485024.y2018.v2.i1.2744
https://www.freepik.com/free-photo/aerial-view-cargo-ship-cargo-container-harbor_23404845.htm#fromView=search&page=1&position=1&uuid=d54304eb-17bb-4d73-ab5b-21c6df9fd2d8&query=impor