Dari 'Ribu' ke 'K': Transformasi Bahasa dan Implikasinya terhadap Kebijakan Ekonomi di Indonesia

Perubahan istilah dari "ribu" menjadi "K" dalam konteks ekonomi di Indonesia telah menjadi topik yang menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Langkah ini diusulkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menyederhanakan komunikasi ekonomi dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap angka-angka yang berkaitan dengan kebijakan fiskal dan moneter. Perubahan ini dipengaruhi oleh globalisasi dan adopsi standar internasional di berbagai sektor, termasuk ekonomi dan teknologi.
Asal Usul dan Sejarah Penggunaan 'K'
Penggunaan huruf 'K' sebagai singkatan dari 'ribu' berakar dari kata 'kilo' dalam Sistem Satuan Internasional (SI), yang berasal dari bahasa Yunani chilioi yang berarti seribu (Ruzi, 2022). Penggunaan ini mulai populer pada pertengahan tahun 1940-an. Notasi 'K' pertama kali tercatat dalam glosarium buku teks "Basic Electrical Engineering" yang diterbitkan oleh McGraw-Hill pada tahun 1945. Kemudian, pada tahun 1947, Radio Corporation of America (RCA) menyertakan 'K' dalam glosarium mereka, "Common Words in Radio, Television, & Electronics" (Panji, 2022).
Manfaat Penggunaan 'K' dalam Komunikasi Ekonomi
Penggunaan huruf 'K' untuk menyatakan ribuan memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
Efisiensi Penulisan: Memperpendek penulisan angka besar. Contohnya, Rp 100.000 menjadi 100K (Kayla, 2023).
Hemat Ruang: Menghemat ruang pada iklan, brosur, dan tampilan daring (Kayla, 2023; Panji, 2022).
Dampak Psikologis: Memberikan kesan modern dan ringkas (Kayla, 2023).
Implikasi terhadap Kebijakan Ekonomi
Transformasi bahasa ini memiliki implikasi terhadap kebijakan ekonomi di Indonesia dalam beberapa hal, yaitu:
1. Standardisasi dan Efisiensi Komunikasi
Di era digital dan ekonomi yang serba cepat, penggunaan 'K' memungkinkan penyampaian informasi harga dan nilai ekonomi yang lebih efisien (Kayla, 2023). Hal ini penting dalam promosi daring, menu restoran, dan komunikasi bisnis lainnya (Panji, 2022). Penggunaan 'K' juga mempermudah komunikasi dalam laporan keuangan dan statistik ekonomi. Ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi administratif dan transparansi.
2. Adaptasi terhadap Tren Global
Penggunaan 'K' menggantikan 'ribu' merupakan bagian dari adaptasi terhadap tren global dalam komunikasi dan teknologi (Kayla, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia terus menyesuaikan diri dengan perkembangan global.
3. Peningkatan Literasi Keuangan
Adopsi simbol 'K' dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap angka-angka besar dalam konteks ekonomi, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) dan anggaran negara. Peningkatan literasi keuangan ini penting untuk partisipasi aktif masyarakat dalam perekonomian.
4. Dampak terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter
Perubahan dalam penulisan angka dapat memengaruhi persepsi publik terhadap kebijakan fiskal dan moneter. Misalnya, angka anggaran yang ditulis dengan 'K' mungkin lebih mudah dipahami oleh publik, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan anggaran.
5. Potensi Kesalahpahaman
Meskipun efisien, penggunaan 'K' juga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, terutama di kalangan masyarakat yang kurang akrab dengan singkatan ini. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa informasi ekonomi disampaikan dengan jelas dan mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat.
Masih ada tantangan, terutama bagi masyarakat yang belum terbiasa dengan istilah baru ini. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam memahami laporan keuangan dan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang efektif terkait perubahan ini. Edukasi dan kampanye informasi yang jelas dapat membantu masyarakat beradaptasi dengan istilah baru serta memahami implikasinya terhadap ekonomi mereka (Nurlaela, 2023).
Perubahan istilah dari "ribu" menjadi "K" dalam konteks kebijakan ekonomi di Indonesia merupakan langkah yang berpotensi meningkatkan pemahaman publik terhadap angka-angka ekonomi. Transformasi bahasa ini bertujuan menyederhanakan komunikasi dan meningkatkan transparansi dalam laporan keuangan, yang pada gilirannya dapat membantu masyarakat memahami kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan pemerintah. Namun, tantangan masih ada, terutama bagi masyarakat yang belum terbiasa dengan istilah baru ini. Oleh karena itu, sosialisasi yang efektif dan edukasi yang jelas sangat penting untuk memastikan masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Selain itu, perlu juga dilakukan evaluasi terhadap dampak perubahan istilah ini terhadap kebijakan ekonomi guna memastikan perubahan tersebut tidak mengganggu pemahaman dan pelaksanaan kebijakan yang sudah ada. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan penggantian istilah ini dapat memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Transformasi bahasa bukan sekadar perubahan istilah, tetapi juga mencerminkan upaya peningkatan literasi keuangan dan pemahaman masyarakat terhadap dinamika ekonomi yang lebih kompleks.
Referensi :
Hafiz, A., & Muhibban, M. "Government Policy in Prioritizing Imported Products According to the Perspective of Sharia Economic Law," 2024. doi:10.62504/zk67df70.
Hasan et al., "Analysis of Money Neutrality Towards the Real Business Cycle in Indonesia for the Period 2011 M1-2013 M12," *E-journal Business Economics and Accounting*, 2017. doi:10.19184/ejeba.v4i1.4751.
Ihsani, K. N. (2023, August 31). TIME. Retaken from TEMPO.CO: https://www.tempo.co/ekonomi/ketahui-arti-k-dalam-harga-dan-bedanya-dengan-m-b-hingga-t-149802
Prayitno, P. (2022, August 6). Coverage 6. Retaken from Liputan6.com: https://www.liputan6.com/regional/read/5032941/fakta-menarik-asal-usul-huruf-k-menjadi-singkatan-untuk-ribu?page=2
Ruzi. (2022, March 28). MALAY PEDIA. Retaken from MELAYUPEDIA.COM: https://www.melayupedia.com/berita/2149/kamu-harus-tahu-ini-asal-usul-k-jadi-singkatan-untuk-ribu