Menjelajahi Pembelajaran Efektif: Mengupas Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme (Constructivism Learning Approach) dan Kontekstual (Contextual Learning Approach)

Dalam sebuah proses pembelajaran di
kelas, interaksi antara guru dengan peserta didik sangat dibutuhkan untuk
menghidupkan suasana kelas menjadi lebih aktif. Bukan hanya peserta didik saja
yang akan mendapat manfaat dari kegiatan belajarnya, namun guru juga
mendapatkan umpan balik atas apa yang sudah diajarkan kepada muridnya. Dalam
hal ini, guru perlu memahami berbagai jenis pendekatan pembelajaran yang bisa
diterapkan kepada peserta didik saat kegiatan belajar-mengajar di kelas. Namun,
apa itu pendekatan pembelajaran?
Well... secara singkat, pendekatan
pembelajaran merupakan cara pandang guru yang dipilih untuk menciptakan proses
pembelajaran sebagai usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran juga dapat disebut sebagai
aktivitas guru dalam memilih dan menentukan strategi kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Lalu apa sajakah jenis-jenis pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan guru?
Ada beragam jenis pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran, namun di
sini kita akan membahas dua jenis pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan
pembelajaran Konstruktivisme dan Kontekstual.
A. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Gitakarma & Tjahyanti
(2012: 38) dalam (Sundari & Chairunisa, 2018), konstruktivisme
merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Dalam konteks ini, pendekatan
pembelajaran konstruktivisme menekankan bahwa peserta didik diharuskan untuk
mengontruksikan atau membangun pengetahuannya sendiri. Di mana pada pendekatan
ini, guru dapat membantu peserta didik dengan cara mengajarkan ilmu atau
informasi lebih bermakna dengan memberikan keleluasaan bagi peserta didik untuk
menggunakan ide pikiran mereka.
Menurut Siroj (Susanto, 2014: 137)
dalam (Sundari & Chairunisa, 2018)ciri-ciri
pendekatan pembelajaran Konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan
pengetahuan.
2.
Menyediakan berbagai
alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama,
misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
3.
Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan
relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, misalnya untuk memahami suatu
konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
4.
Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya
transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan
orang lain atau dengan lingkungannya,
misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa
Menurut Donald et al. (2006) dalam (Ndaru Kukuh Masgumelar & Pinton Setya Mustafa,
2021) implementasi
pendekatan Konstruktivisme dalam aktivitas pembelajaran memiliki beberapa
karakteristik penting yaitu:
1)
Belajar aktif (active learning),
2)
Siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan
situasional,
3)
Aktivitas belajar harus menarik dan menantang,
4)
Siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang
telah dimiliki sebelumnya dengan sebuah proses yang disebut
"bridging",
5)
Siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari,
6)
Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa
dalam melakukan konstruksi pengetahuan;
7)
Guru harus dapat memberi bantuan berupa scaffolding yang diperlukan
oleh siswa dalam menempuh proses belajar.
Adapun pendekatan pembelajaran
Konstruktivisme ini memiliki beberapa tahapan. Menurut Yager (Hamzah, 2001)
dalam (Mulyati, 2016) terdapat 4
tahapan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran ini, yaitu:
1) Tahap persepsi
Pada tahap ini siswa didorong agar
mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan di bahas. Guru dapat
memancing dengan pertanyaan problematis melalui fenomena yang sering dijumpai
sehari‐hari oleh siswa dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas,
selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan
mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
2) Tahap eksplorasi
Pada tahap ini siswa diberi
kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan,
pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan
siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.
3) Tahap diskusi dan penjelasan
konsep
Pada tahap ini siswa memikirkan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, ditambah
dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang
konsep yang sedang dipelajari. Saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang
didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka
siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini
menjadikan siswa tidak ragu‐ragu lagi
tentang konsepsinya.
4) Tahap pengembangan dan aplikasi
konsep
Pada tahap terakhir ini, guru
berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui
pemunculan masalah yang berkaitan dengan isu‐isu dalam
lingkungan siswa tersebut
Pendekatan Pembelajaran
Konstruktivisme efektif untuk menciptakan suasana kelas yang lebih aktif karena
pendekatan pembelajaran ini bersifat student centered learning sehingga membuat proses belajar-mengajar lebih
bermakna. Namun, pendekatan pembelajaran ini juga memiliki kelemahan terutama
bagi peserta didik yang masih memiliki keterbatasan kemampuan dalam memahami dan
mengkonstruksikan materi karena tidak semua peserta didik memiliki kemampuan
yang sama dalam memahami materi sehingga memerlukan beberapa waktu untuk
beradaptasi dengan pendekatan pembelajaran ini.
B. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah konsep pembelajaran dengan menghubungkan antara
materi yang diajarkan dengan realita yang bertujuan untuk mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pendekatan Kontekstual ini sebenarnya berakar dari
konstruktivis yang menganggap bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman dan
konteks dibangun
oleh siswa sendiri bukan oleh guru. Adapun karakteristik
pendekatan ini yaitu:
1.
Proses pendidikan dilakukan secara menyenangkan
2.
Pembelajaran yang dilakukan dalam situasi nyata berarti siswa
dilatih untuk memecahkan masalah nyata
3.
Pembelajaran memberi siswa kesempatan untuk menyelesaikan tugas
penting
4.
Pembelajaran dilakukan melalui pengalaman yang bermakna bagi siswa
5.
Pembelajaran dilakukan lewat kerja kelompok, diskusi, dan koreksi
satu sama lain Kebersamaan, kerja sama, dan pemahaman satu sama lain adalah
komponen pembelajaran yang menyenangkan
6.
Pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, produktif, dan
menghasilkan sesuatu yang diukur dengan kerja sama.
Adapun
tahapan-tahapannya adalah sebagai
berikut:
1.
Mengenalkan sosok/figur yang terkait dengan mata pelajaran yang
diajarkan. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan peserta didik pada
kegiatan belajar mengajar serta memotivasi agar peserta didik bisa meniru
kesuksesan sosok/figur tersebut.
2.
Merumuskan manfaat serta tujuan materi yang akan dipelajari serta
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
3.
Memberikan umpan balik dengan cara membebaskan peserta didik untuk
bereksplorasi, sehingga nantinya mereka bisa menemukan cara belajar yang
sesuai.
4.
Mengarahkan dan membimbing peserta didik selama mereka belajar
untuk bereksplorasi.
Dalam pendekatan pembelajaran
Kontekstual ini memiliki keuntungan dan juga kekurangan dalam penerapannya di
sebuah pembelajaran. Keuntungan pendekatan ini adalah pembelajaran berbasis
kontekstual ini akan berpotensi untuk memancing keaktifan peserta didik,
membangun pemikiran kritis dan analitis, dan menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan dan bermakna serta dapat menumbuhkan dengan positif jiwa
kolaboratif peserta didik dalam sebuah tim atau kelompok kecil di kelas. Adapun
kelemahan penerapan pendekatan ini adalah pemilihan materi pembelajaran
berdasarkan kemauan siswa, padahal tidak bisa dipungkiri bahwa kemampuan siswa
berbeda-beda. Selain itu, pendekatan pembelajaran ini juga membutuhkan waktu
adaptasi yang lama bagi peserta didik yang memiliki kesusahan dan lemah dalam
memahami materi dengan cepat.
Ditulis oleh Siti Amelia Rahma (PE 2022 A)
REFERENSI
Mulyati, T. (2016). Pendekatan Konstruktivisme Dan Dampaknya
Bagi Hasil Belajar Matematika Siswa SD. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan
Dasar Kampus Cibiru, 1(2). https://doi.org/10.17509/eh.v1i2.2738
Ndaru Kukuh Masgumelar, & Pinton Setya Mustafa. (2021).
Teori Belajar Konstruktivisme dan Implikasinya dalam Pendidikan dan
Pembelajaran. Ghaitsa Islamic Education Journal, Vol (2)(Issue
(1)), 49–57. https://siducat.org/index.php/ghaitsa
Sundari, S., & Chairunisa, E. D. (2018). Pengaruh Model
Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Ips Terpadu (Sejarah) Kelas Vii Di Smp Negeri 15 Palembang. Kalpataru:
Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, 4(1), 1–9.
https://doi.org/10.31851/kalpataru.v4i1.2443